Selamat Datang di Blog saya, semoga berkenan meninggalkan komentar untuk perbaikan !

Senin, 03 Juni 2013

Asbabu Nuzul



Hikmah, S.Pd.I.
Psikologi Pendidikan Islam (Magister Studi Islam)
UMY
2013

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur’an adalah  mukjizat bagi umat islam yang diturunkan kepada nabi Muhammad Saw untuk disampaikan kepada umat manusia. Al-Qur’an sendiri dalam proses penurunannya mengalami banyak proses yang mana dalam penurunannya itu berangsur-angsur dan bermacam-macam sebab nabi menerimanya.
Dalam peroses turunya Al-Qur’an tidak langsung sekaligus  Allah SWT  berikan Al-Qur’an utuh langsung menjadi suatu kitab  kepada Nabi Muhammad Saw namun secara berangsur artinya bahwa Nabi Muhammad Saw menerima ayat Al-Qur’an itu perayat. Sebagaimana dalam perjalanan Nabi Muhammad Saw dalam mendapatkan ayat Al-Qur’an yang banyak di dalamnya memberikan pelajaran kepada kita tantang mengapa ayat tersebut di turunkan, maka dalam proses aplikasi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sangatlah penting bagi kita sebagai umat manusia harus mengetahui juga memahami tujuan Allah SWT  menurunkan ayat Al-Qur’an yang menggunakan sebab maupun yang tidak menggunakan sebab.
Turunya Al-Qur’an atau ayat-ayat Al-Qur’an ada yang di turunkan pada suatu kejadian tertentu sebab-sebab turunya ayat tersebut. Maka dari permasalahan diatas juga sesuai dengan tugas yang diberikan oleh Bapak dosen tentang Asbabun Nuzul Al-Qur’an atau sebab-sebab turunya Al-Qur’an. Maka untuk itu pertanyaan ini akan mengantarkan pembahasan saya tentang sebab-sebab turunya Al-Qur’an

B. Rumusan Masalah
Mengkaji latar belakang diatas dapat diambil beberapa permasalahan sebagai kajian dari pembuatan makalah ini yakni diantaranya :
1.    Pengertian Asbabun Nuzul
2.     Apa sebab-sebab Asbabu Nuzul
3.    Macam- macam Asbabu Nuzul
4.    Apakah faedah (manfaat) dari mempelajari asbabun nuzul

C. Tujuan Penulisan
Sesuai dengan keyakinan kita semua yang beragama Islam sudah sepatutnya kita mengetahui sebab-sebab turunya kitab suci Al-Qur’an yang di berikan Allah SWT kepada Nabi Muhammad Saw. Makalah ini bertujuan untuk membuat kita semua paham akan proses turunya Al-Qur’an beserta sebab-sebab turunya Al-Qur’an. Sehingga  di harapkan dapat meningkatkan keimanan kita semua juga dapat membuat kita semua ingin terus belajar dan memahami isi dari kandungan ayat Al-Qur’an.

D. Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari makalah ini adalah :
1.    Kita semua dapat mengetahui apa arti dari Asbabun Nuzul
2.    Membuat kita mengetahui sebab-sebab turunya ayat Al-Qur’an
3.    Memberikan kesadaran bagi kita semua akan pentingnya membaca dan menghargai setiap ayat yang ada di dalam Al-Qur’an.

BAB II
PEMBAHASAN
Al-Qur’an diturunkan untuk memberi petunjuk kepada manusia ke arah tujuan yang terang dan jalan yang lurus dengan menegakkan asas kehidupan yang di dasarkan pada keimanan kepada Allah dan risalahnya. Juga memberitahukan hal yang telah lalu, kejadian-kejadian yang sekarang serta berita-berita yang akan datang.
Sebagian besar al-Qur’an pada mulanya diturunkan untuk tujuan umum ini, tetapi kehidupan para sahabat bersama Rasulullah telah menyaksikan banyak peristiwa sejarah, bahkan kadang terjadi di antara mereka peristiwa khusus yang memerlukan penjelasan hukum Allah atau masih kabur bagi mereka. Kemudian mereka bertanya kepada Rasulullah untuk mengetahui hukum Islam mengenai hal itu. Maka al-Qur’an turun untuk peristiwa khusus tadi atau untuk pertanyan yang muncul itu. Hal seperti itulah yang dinamakan Asbabun nuzul.

A.  Pengertian Asbabun Nuzul
Secara etimologi Asbabun nuzul terdiri dari dua kata yaitu, Asbab, jamak dari Sabab yang berarti sebab atau latar belakang dan nuzul yang berarti turun. Jadi Asbabun Nuzul berarti sebab-sebab turunnya ayat Al-Qur’an. Secara terminologi, Asbabun Nuzul adalah sesuatu yang menjadi sebab turunnya sebuah ayat atau beberapa ayat Al-Qur’an atau suatu pertanyaan yang menjadi sebab turunnya ayat sebagai jawaban atau penjelasan suatu hukum yang diturunkan saat terjadinya peristiwa yang Asbab an-nuzul berarti pengetahuan tentang sebab-sebab diturunkannya suatu ayat. Ada juga yang berpendapat Asbabun Nuzul adalah “Sesuatu yang sebabnyalah turun sesuatu ayat atau beberapa ayat yang mengandung sebab itu, atau memberi jawaban tentang sebab itu, atau menerangkan hukumnya pada masa terjadinya peristiwa itu.”
Yakni, suatu kejadian yang terjadi di zaman Nabi SAW. Atau sesuatu pertanyaan yang dihadapkan kepada Nabi, dan turunlah satu atau beberapa ayat dari Allah S.W.T. yang berhubungan dengan kejadian itu atau dengan penjawaban pertanyaan itu. Baik peristiwa itu merupakan pertengkaran ataupun merupakan kesalahan yang dilakukan maupun suatu peristiwa atau suatu keinginan yang baik.
Jadi, Asbabun nuzul adalah ilmu Al-Qur’an yang membahas mengenai latar belakang atau sebab-sebab suatu atau beberapa ayat Al-Qur’an diturunkan. Makna Asbabun Nuzul secara lengkap yaitu: “Kejadian yang karenanya diturunkan ayat Al-Qur’an untuk menerangkan hukumnya dihari timbulnya kejadian-kejadian itu dan suasana, yang di dalam suasana itu Al-Qur’an diturunkan serta membicarakan sebab yang tersebut itu, baik diturunkan langsung sesudah terjadi sebab itu, ataupun kemudian lantaran suatu hikmah.
Mengutip pengertian dari asbabun nuzul ada kalanya berbentuk peristiwa atau juga berupa pertanyaan, kemudian asbabun nuzul yang berupa peristiwa itu sendiri terbagi menjadi 3 macam :
1.    Peristiwa berupa pertengkaran
Seperti kisah turunnya (surat Ali Imran : 100). Yang bermula dari adanya perselisihan oleh kaum Aus dan Khazraj hingga turun ayat 100 dari surat Ali Imran yang menyerukan untuk menjauhi perselisihan.
2.    Peristiwa berupa kesalahan yang serius
Seperti kisah turunnya (surat an-Nisa’: 43). Saat itu ada seorang Imam shalat yang sedang dalam keadaan mabuk, sehingga salah mengucapkan surat al-Kafirun, surat An-Nisa’ turun dengan perintah untuk menjauhi shalat dalam keadaan mabuk.
3.    Peristiwa berupa cita-cita/keinginan
Ini dicontohkan dengan cita-cita Umar ibn Khattab yang menginginkan maqam Ibrahim sebagai tempat shalat, lalu turun ayat  ÙˆØ§Ù„تخذ وامن مقام ابراهيم مصلّÙ‰
Sedangkan peristiwa yang berupa pertanyaan dibagi menjadi 3 macam, yaitu :
1.    Pertanyaan tentang masa lalu seperti : “Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulkarnain. Katakanlah: "Aku akan bacakan kepadamu cerita tantangnya". (QS. Al-Kahfi: 83)
2.    Pertanyaan yang berhubungan dengan sesuatu yang sedang berlangsung pada waktu itu seperti ayat: “Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (QS. Al-Isra’ : 85)
3.    Pertanyaan tentang masa yang akan datang ,
“(orang-orang kafir) bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari kebangkitan, kapankah terjadinya?”
B.  Sebab-sebab Turunya Ayat Al-Qur’an
Ayat Al-Qur’an memang tidak semuanya di dahului oleh sebab kemunculunya atau turunya. Oleh karena itu kita semua harus mengetahui bagimana contoh ayat yang di dahului oleh sebab dan contoh ayat yang tidak di dahului oleh sebab dalam kemunculanya atau turunya ayat tersebut. Agar kita semua mengetahui bagimana sebab-sebab munculnya ayat tersebut.
1.    Ayat-ayat yang Turun dengan Didahului Suatu Sebab
Dalam hal ini ayat-ayat tasyri’iyyah atau ayat-ayat hukum merupakan ayat-ayat yang pada umumnya mempunyai sebab turunnya. Jarang (sedikit) sekali ayat-ayat hukum yang turun tanpa suatu sebab. Dan sebab turunnya ayat itu adakalanya berupa peristiwa yang terjadi di masyarakat Islam dan adakalanya berupa pertanyaan dari kalangan Islam atau dari kalangan lainnya yang ditujukan kepada Nabi. Contoh ayat yang turun karena ada suatu peristiwa, ialah surat al-Baqarah ayat 221. Turunnya ayat tersebut adalah, karena ada peristiwa sebagai berikut:
“Nabi mengutus Murtsid al-Ghanawi ke Mekah untuk tugas mengeluarkan orang-orang Islam yang lemah. Setelah ia sampai di sana, ia dirayu oleh seorang wanita musyrik yang cantik dan kaya, tetapi ia menolak, karena takut kepada Allah. Kemudian wanita tersebut datang lagi dan minta agar dikawini. Murtsid pada prinsipnya dapat menerimanya, tetapi dengan syarat setelah mendapat persetujuan dari Nabi. Setelah dia kembali ke Madinah, dia menerangkan kasus yang dihadapi dan minta izin kepada Nabi untuk menikah dengan wanita itu”. Maka turunlah surat al-Baqarah ayat 221 :
Artinya :
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”.
2.    Ayat-ayat yang Turun Tanpa Didahului Sesuatu Sebab
Ayat-ayat semacam ini banyak terdapat di dalam al-Qur’an, sedang jumlahnya lebih banyak daripada ayat-ayat hukum yang mempunyai Asbabun Nuzul. Misalnya ayat-ayat yang mengisahkan hal-ihwal umat-umat terdahulu beserta para Nabinya, menerangkan peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lalu, atau menceritakan hal-hal yang ghaib, yang akan terjadi, atau menggambarkan keadaan hari Kiamat beserta nikmat surga dan siksaan neraka.
Ayat-ayat demikian itu diturunkan oleh Allah bukan untuk memberi tanggapan terhadap suatu pertanyaan atau suatu peristiwa yang terjadi pada waktu itu, melainkan semata-mata untuk memberi petunjuk kepada manusia, agar menempuh jalan yang lurus. Allah menjadikan ayat-ayat ini mempunyai hubungan menurut konteks Qur’ani dengan ayat-ayat sebelum dan sesudahnya.
Namun demikian, ada juga ayat-ayat tentang kisah yang diturunkan karena ada sebab. Tetapi ayat semacam ini sedikit sekali. Misalnya turunnya surat Yusuf, seluruhnya adalah karena ada keinginan yang serius daripada sahabat yang disampaikan kepada Nabi, agar Nabi berkenan bercerita yang mengandung pelajaran dan peringatan. Surat Yusuf tersebut diturunkan oleh Allah secara lengkap (mulai ayat satu hingga akhir). Adapun sahabat yang menceritakan latar belakang turunnya ayat-ayat dari surat Yusuf itu, adalah Sa’ad bin Abu Waqqas.

C.  Macam-Macam Asbabun Nuzul
Dari segi jumlah sebab dan ayat yang turun, asbabun nuzul dapat dibagi kepada ta’addud al-asbab wa al-nazil wahid ( sebab turunnya lebih dari satu dan ini persoalan yang terkandung dalam ayat atau kelompok ayat yang turun satu ) dan ta’addud al-nazil wa al-sabab wahid (ini persoalan yang terkandung dalam ayat atau kelompok ayat yang turun lebih dari satu sedang sebab turunnya satu ). sebab turun ayat disebut ta’addud karena wahid atau tunggal bila riwayatnya hanya satu, sebaliknya apabila satu ayat atau sekelompok ayat yang turun disebut ta’addud al-nazil.
Jika ditemukan dua riwayat atau lebih tentang sebab turun ayat-ayat dan masing-masing menyebutkan suatu sebab yang jelas dan berbeda dari yang disebutkan lawannya, maka riwayat ini harus diteliti dan dianalisis, permasalahannya ada empat bentuk: Pertama, salah satu dari keduanya shahih dan lainnya tidak. Kedua, keduanya shahih akan tetapi salah satunya mempunyai penguat ( Murajjih ) dan lainnya tidak. Ketiga, keduanya shahih dan keduanya sama-sama tidak mempunyai penguat ( Murajjih ). Akan tetapi, keduanya dapat diambil sekaligus. Keempat, keduanya shahih, tidak mempunyai penguat ( Murajjih ) dan tidak mungkin mengambil keduanya sekaligus.


D.    Cara Mengetahui Asbabun Nuzul
Adanya asbabun nuzul ayat adalah suatu peristiwa sejarah yang terjadi pada masa rasulullah saw. Oleh karena itulah, tidak ada cara lain untuk mengetahuinya selain lewat periwayatan yang shahih (absyah) dari orang yang telah menyaksikanya, orang-orang yang hadir pada saat itu. Jika terdapat sebab diturunkanya ayat yang datang dari sahabat, maka ungkapanya tidaklah kosong, yakni pasti dan jelas dalam sebab, maka baginya dihukumi hadits marfu’. Apabila terdapat sebab-sebab turunya ayat dari tabi’in, maka untuk diterima disyaratkan 4 hal:
a.    Hendaknya ungkapanya jelas dalam kata-kata
b.    Isnadnya shahih
c.    Tabi’in yang dimaksud termasuk imam tafsir
d.   Meminta sokongan riwayat tabi’in yang lain, yang menyempurnakan suatu syarat
  
E.  Yang menjadi pegangan adalah lafal yang umum, bukan sebab yang khusus
Apabila ayat yang diturunkan sesuai dengan sebab secara umum, atau sesuai dengan sebab secara khusus, maka yang umum (‘amm) diterapkan pada keumumannya, dan yang khusus (khass) diterapkan pada kehususannya.
Contoh firman Allah dalam QS. Al-Baqoroh 222.
“Mereka bertanya kepadamu tentang haid, Katakanlah: ‘haid adalah suatu kotoran’. Oleh karena itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan oleh Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang- orang yang bertaubat dan menyukai orang- orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqoroh 222)
Anas berkata: “Bila istri- istri orang Yahudi haid, mereka dikeluarkan dari rumah, tidak diberi makan dan minum, dan didalam rumah tidak boleh bersama- sama. Lalu Rasulallah ditanya tentang hal itu, maka Allah menurunkan: Mereka bertanya kepadamu tentang haid... Kemudian kata Rasulallah:
“Bersama- samalah dengan mereka dirumah, dan perbuatlah sesuatu kecuali menggaulinya”. (HR. Muslim,Abu Daud, Nasa’i, Tirmizi, Ibn Majah,Dll)
Jika sebab itu khusus, sedang ayat yang turun berbentuk umum, maka para ahli usul berselisih pendapat: yang menjadi pegangan itu lafal yang umum ataukah sebab yang khusus?
a.       Jumhur ulama barpendapat bahwa yang menjadi pegangan adalah lafal yang umum dan bukan sebab yang khusus. Hukum yang diambil dari lafal yang umum itu melampaui bentuk sebab yang khusus sampai dengan hal- hal yang serupa dengan itu. Misalnya tentang ayat li’an yang turun mengenai tuduhan Hilal bin Umayah kepada istrinya.
Maka turunlah jibril dan menurunkan kepada Nabi (Dan orang- orang yang menuduh istrinya) sampai dengan (jika suaminya itu termasuk orang yang benar) (an- Nur: 6-9)
Hukum yang diambil dari lafal yang umum ini (Dan orang- orang yang menuduh istrinya)  tidak hanya mengenai peristiwa Hilal, tetapi diterapkan pula pada kasus serupa lainnya tanpa memerlukan dalil lain.
b.      Segolongan ulama berpendapat bahwa yang menjadi pegangan adalah sebab yang khusus, bukan lafal yang umum, karena lafal yang umum itu menunjukkan bentuk sebab yang khusus. Oleh karena itu, untuk dapat diperlakukan kepada kasus selain sebab diperlukan dalil lain seperti qias dan sebagainya, sehingga pemindahan riwayat yang khusus itu mengandung faedah, dan sebab tersebut sesuai dengan musababnya seperti halnya pertanyaan dengan jawabannya.

F.   Perbedaan Pendapat Para Ulama Tentang Beberapa Riwayat Mengenai (Asbabun Nuzul)
Terkadang terdapat banyak riwayat mengenai sebab nuzul suatu ayat. Dalam keadaan demikian, sikap seorang mufasir kepadanya sebagai berikut:
1.    Apabila bentuk-bentuk redaksi riwayat itu tidak tegas, seperti: “Ayat ini turun mengenai urusan ini”, atau “Aku mengira ayat ini turun mengenai urusan ini”, maka dalam hal ini tidak ada kontradiksi di antara riwayat-riwayat itu. Sebab maksud riwayat-riwayat tersebut adalah penafsiran dan penjelasan bahwa hal itu termasuk ke dalam makna ayat dan disimpulkan darinya, bukan menyebutkan sebab nuzul, kecuali bila ada karinah atau indikasi pada salah satu riwayat bahwa maksudnya adalah penjelasan sebab nuzulnya.
2.    Apabila salah satu bentuk redaksi riwayat itu tidak tegas, misalnya “Ayat ini turun mengenai urusan ini”. Sedang riwayat yang lain menyebutkan sebab nuzul dengan tegas yang berbeda dengan riwayat pertama, maka yang menjadi pegangan adalah riwayat yang menyebutkan sebab nuzul secara tegas; dan riwayat yang lain dipandang termasuk di dalam hukum ayat. Contohnya ialah riwayat tentang asbabun nuzul :
“istri-istrimu adalah ibarat tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki”. (Q.S. Al-Baqarah, 2 : 223)
Dari nafi disebutkan “Pada suatu hari aku membaca (istri-istri adalah ibarat tempat kamu bercocok tanam), maka kata Ibnu Umar: “Tahukah engkau mengenai apa ayat ini diturunkan?” Aku menjawab: “Tidak”, ia berkata ayat ini turun mengenai persoalan mendatangi istri dari belakang”.
Bentuk redaksi riwayat dari Ibnu Umar ini tidak dengan tegas menunjukkan sebab nuzul. Sementara itu terdapat riwayat yang sangat tegas menyebutkan sebab nuzul yang bertentangan dengan riwayat tersebut. Melalui Jabir dikatakan            orang-orang Yahudi berkata:
“Apabila seorang laki-laki mendatangi istrinya dari arah belakang maka anaknya nanti akan bermata juling”, maka turunlah ayat tersebut”.
Maka Jabir inilah yang dijadikan pegangan, karena ucapannya merupakan pernyataan tegas tentang asbabun nuzul. Sedangkan ucapan Ibnu Umar, tidaklah demikian. Karena itulah ia dipandang sebagai kesimpulan atau penafsiran.
Diriwayatkan oleh Ibnu jarir, Abu Ya’la, Ibnu Mardaweh, Bukhari,  Ath-Thabrany dalam Al-Ausath bahwa pada masa Nabi Saw ada seorang laki-laki mendatangi istrinya dari arah belakang, kemudian orang-orang membencinya. Kemudian turunlah ayat 223 surah al-Baqarah. Dari beberapa riwayat tersebut jelaslah terdapat beberapa perbedaan tentang turunnya suatu ayat. Namun apabila riwayat itu banyak dan semuanya menegaskan sebab nuzul, sedang salah satu riwayat di antaranya itu shahih, maka yang menjadi pegangan adalah riwayat yang shahih.
G. Banyaknya Nuzul dengan Satu Sebab.
Terkadang banyak ayat yang turun, sedangsebabnya hanya satu. Dalam hal ini tidak ada masalah yang cukup penting, karena itu banyak ayat yang turun di dalam berbagai surat berkenaan dengan suatu peristiwa. Contohnya ialah apa yang diriwayatkan Said bin Manshur, Abdurrazaq, At-Tirmidzi, Ibnu Jarir, Ibnul Mundzir, Ibnu Abu Hatim, Ath-Thabrani dan Al-Hakim mengatakan shahih, dari Ummu Salamah, ia berkata:
Wahai Rasulullah. Aku tidak mendengar Allah menyebut kaum perempuan sedikitpun mengenai hijrah. Maka Allah menurunkan: “Maka Tuhan mereka Memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan, (karena) sebagian kamu adalah (keturunan) dari sebagian yang lain…….” (Ali Imran: 195)
Juga hadist yag diriwayatkan Ahmad, Ibnu Jarir, Ibnul Mundzir, Ath-Thabrani dan Ibnu Mardawaih dari Ummu Salamah katanya, “Aku telah bertanya, “Wahai Rasulullah, mengapakah kami tidak disebutkan dalamAl-Qur’an seperti kaum laki-laki? ‘Maka pada suatu hari aku dikejutkan dengan seruan Rasulullah di atas mimbar. Beliau membacakan: “Sungguh, laki-laki dan perempuan Muslim, laki-laki dan perempuan Mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah Menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Al-Ahzab: 35)
Al-Hakim meriwayatkan dari Ummu Salamah, ia berkata, “Kaum laki-laki berperang sedang perempuan tidak. Di samping itu kami hanya memperoleh warisan setengah bagian disbanding laki-laki? Maka Allah menurunkan ayat: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah Dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (An-Nisaa’ : 32) Dan ayat: “Sesungguhnya laki-laki dan perempuanyang muslim……..” ketiga ayat di atas turun karena satu sebab.
H.  Satu Ayat dengan Sebab Banyak
Para mufasir menyebutkan turunya ayat yang mempunyai beberpa sebab, maka jika di temukan dalam satu ayat tersebut, maka salah satu mufasir berkata ayat ini turun mengenai urusan ini sedangkan riwayat lain menyebutkan asbabun nuzul dengan tegas.dan riwayat yang tidak tegas,termasuk didalam hokum ayat"istri-istri mu ibarat kamu tempat bercocok tanam"sementara itu orang islam menyebutkan sebab nuzul yang bertentangan dengan riwayat melalui jabir,orang yahudi berkata"jika seorang laki-laki mendatangi istrinya dari belakang,maka anaknya bermata juling"jika suatu ayat disebutkan sebab dan sebab yang lain ittu shoheh maka yang di jadikan penganga adlah riwayat yang shoheh riwayat dari bokhori muslim dan hadist yang lainya dari humdan al bunawi nabi menderita sakit hingga dua hari dua malam'kemudian datang seorang perempuanb kepadanya kepadanya dan berkata : "hai Muhammad kurasa setanmu sudah tak mendekatimu ,selama dua ,tiga malam ini sidah tidak mendekatimi lagi."maka allah menurunkan ayat demi waktu dhuha dan demi malam apabila setelah sunyi tuhan mu tiada meninggalmu dan tidaklah membencimu.
Dan mengenai turunya ayat itu di karenakan dua sebab maka di hukumkan pada semua itu , jika tidak ada sesuatu yang mencegah dari sebab yang berlainan dan mungkin juga turunya ayat,sebab contoh ayat tersebut diturunkan dalam pemasukan orang-orang ansor.maka tidak akan kedatangan masalah. Pada suatu hari sebagai malam ini dan di turuinkan imam bukhori dan hambali,di makkah sebelum hijrah dengan suatu surat dan ayat tersebut adalah al makki madanni yang kedua di gunung uhud.
I.     Beberapa Ayat Turun Mengenai Satu orang
Terkadang seorang sahabat mengenai peristiwa lebih dari satu kali dan Al –qur'an turun mengenai satu peristiwa, maka dari itu kebanyakan al-quran turun sesuai dengan peristiwa yang terjadi, misalnya seperti apa yang di riwayatkan oleh bukhori dalam kitab al-adahi mufiat tentang berbakti kepada orang tua, dari saad bin abi waqos ada empat ayat al-quran turun berkenaan dengan aku yang pertama ketika ibuku bersumpah dia tidak akan makan dan minum sebelum aku meninggalkan Muhammad lalu allah menurunkan ayat," dan jika memaksamu untuk mempersekutukan aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya dan pergilah keduanya di dunia dengan baik (luqman:15. kedua ketika aku mengambil sebuah pedang dan mengaguminya maka aku berkata kepada rosullullah, ''berikan aku pedang ini'' maka turunlah ayat. Mereka bertanya kepadamu tentang pembagian harta rampasan perang (al-anfal:01). Ketiga: ketika aku sedang sakit rosullullah mengunjungiku dan aku bertanya kepada beliau: ''rosullulloh aku ingin membagikan hartaku, bolaehkah aku mewasiatkan separuh nya?'' beliau menjawab: ''tidak'' aku bertanya: ''bagaimana jika sepertiganya?'' rosullullah diam. maka wasiat dengan sepertiga harta itu diperbolehkan keempat ketika aku sedang minum minuman keras (khomr) bersama kaum ansor ,seorang memukul hidungku dengan tulang rahang unta,lalu aku datang kepada rasullulloh , maka Allah swt melarang minum khomr. Dalam hal ini telah turun wahyu yang sesuai dengan banyak ayat.
J.    Faedah Mengetahui Asbabun Nuzul
Ketika seseorang mengalami kesukaran memahami makna sesuatu ayat al-Qur’an, ke manakah mereka akan merujuk? Berdasarkan pendapat Ibnu Taimiyah, beliau “mengetahui sebab turunnya ayat-ayat al-Qur’an akan membantu seseorang itu memahami kandungan makna dan kejelasan maksud ayat-ayat tersebut. Mengetahui asbabun nuzul sangat besar pengaruhnya dalam memahami makna ayat-ayat dalam Al-Qur’an. Oleh karena itu, para ulama sangat berhati-hati dalam memahami asbabun nuzul, sehingga banyak ulama yang menulis tentang itu. Diantara kitab termasyhur yang membahas tentang asbabun nuzul adalah; Asbabun Nuzul, karya Imam Al-Wahidi, Lubabun Nuqul fi Asbabin Nuzul karya Imam Suyuthi. Beberapa faedah mengetahui asbabun nuzul antara lain:
1.    Dapat mengetahui hikmah disyari’atkannya hukum. Imam Al-Wahidi mengatakan, “Tidak mungkin orang bisa mengetahui tafsir suatu ayat tanpa mengetahui kisah dan penjelasan mengenai turunnya lebih dahulu”.
2.    Kekhususan hukum disebabkan oleh sebab tertentu. Ibnu Taimiyyah mengatakan, ”Mengetahui asbabun nuzul sangat membantu untuk memahami ayat. Sesungguhnya dengan mengetahui sebab akan mendapatkan ilmu musabbab”.
3.    Mengetahui nama orang, dimana ayat diturunkan berkaitan dengannya, dan pemahaman ayat menjadi lebih jelas.
4.    Menghindarkan anggapan menyempitkan dalam memandang hukum yang nampak lahirnya menyempitkan

                                                                    BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapatlah kita tarik kesimpulan bahwasannya Al-Qur’an mengandung banyak nilai-nilai kehidupan maka dari itu kita patutlah mempelajarinya. Al Qur’an sebagai mukjizat yang di anugrahkan kepada nabi Muhammad  Saw adalah salah satu kitap Allah yang paling sempurna diantara kitap suci yang lain. Al-Qur’an diturunkan kepada nabi Muhammad melalui beberapa cara yang mana dalam penurunan Al-Qur’an itu sendiri diberikan secara berangsur-angsur atau bertahap. Di dalam penurunan ayat Al-Qur’an itu ada yang turun dengan didahului suatu sebab yangdi sebut dengan Asababul Nuzul dan ada pula ayat yang turun tanpa di dahului oleh sebab.
Turunnya Al-Qur’an kita kenal dengan istilah Nuzulul Quran yang sebagaian orang besar di peringati pada tanggal 17 bulan Ramadhan. Sebagai kalamullah sudah sepantasnya lah kita mencintai, memelihara, mempelajari segala nilai-nilai yang terdapat pada Al-Qur’an tersebut dengan sebaik mungkin,   salah satu wujud bahwa kita mencintai Al-Qur’an dengan cara banyak membaca Al-Qur’an serta mengamalkan nilai yang ada di dalamnya. Maka untuk itu marilah kita bersama-sama berusaha untuk memahami apa yang terkandung dalam Al-Qur’an sebagai kitap suci kita yang diturunkan oleh Allah SWT kepada nabi Muhammad.
B.  Saran
Dengan kemampuan kita berfikir di harapkan kepada semua pihak setelah membaca makalah ini dapat meningkatkan kualitas pemahaman yang mendalam tentang arti Asbabun Nuzul. Sehingga dapat menerapkan semua makna yang terkandung di setiap ayat yang ada di dalam Al-Qur’an karena semua itu dapat membuat kita semua menjadi lebih menghargai, mencintai juga memaknai setiap ayat yang ada di dalam Al-Qur’an sehingga ber imbas kebaikan kedalam kehidupan kita nantinya. 

Daftar Pustaka
Khalil Al-Qattan Manaf, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Pustaka Litera Antar Nusa, Bogor, 2001

Usman, Ulumul Qur’an, Teras, Yogyakarta, 2009
Quraish Shihab, Sejarah Dan Ulumul Qur’an. Pustaka Firdaus, Jakarta,
Fahd Bin Abdurrahman Arrumi, Ulumul Qur’an, Titian Ilahi, Yogyakarta, 1997

0 komentar:

Posting Komentar