Review
Jurnal
Psikologi Perkembangan
Relationship
between the number of
life
events and memory capacity in
children
Kristiaan
B. van der Heijden a , Jill Suurland a , Hanna Swaab a &
Leo
M. J. de Sonneville a
a
Department of Clinical Child and Adolescent Studies, Leiden
Institute
for Brain and Cognition, Leiden University, Leiden, The
Netherlands
Published
online: 30 Mar 2011.
1. Judul jurnal
Relationship between the number of
life events and memory capacity in
children (Hubungan antara jumlah peristiwa kehidupan dan kapasitas memori pada
anak- anak).
2.
Abstrak
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
beberapa peristiwa kehidupan ternyata tidak hanya mengakibatkan kinerja memori pada
usia lanjut atau orang tua saja, tetapi terjadi juga pada anak- anak. Hipotesis
juga menunjukkan bahwa stres mempengaruhi hippocampus, yaitu area otak yang
penting untuk fungsi memori. Kata kunci; peristiwa kehidupan, memori, anak-
anak dan stres.
3.
Permasalahan
a. Peristiwa
kehidupan apa saja yang menyebabkan stres pada anak- anak?
b. Bagaimana
keadaan kapasitas memori pada anak- anak yang mengalami sres?
c. Faktor-
faktor apa saja yang menyebabkan stres pada anak?
4.
Isi
Banyak
bukti menunjukkan bahwa peristiwa kehidupan yang mengakibatkan stres,
seperti perceraian orang tua atau perubahan adaptasi di sekolah atau tempat tinggal, yang dapat mengakibatkan efek negatif pada fungsi
memori, gangguan tidak terbatas pada
informasi terkait dengan aktivitas kehidupan, dapat memicu keadaan yang kronis pada
hyperarousal. Sebuah hipotesis menunjukkan bahwa peningkatan kadar hormon stres terjadi karena suatu peristiwa traumatis yang mempengaruhi fungsi hippocampus. Dalam respon terhadap stres, glukokortikoid (corticosterone pada hewan dan kortisol pada manusia) yang disekresikan dari kelenjar
adrenal melalui aktivasi
hypothalamuspituitary- adrenal (HPA) axis.
Hippocampus memainkan peran penting
dalam pembentukan memori
deklaratif yaitu, memori untuk fakta
atau peristiwa tertentu. Bagaimanapun, peran dalam prosedural
memori-yaitu, memori
untuk keterampilan yang terkait dengan daerah otak lainnya seperti striatum dan cerebellum.
Salah
satu daerah otak lainnya yang
terlibat dalam fungsi memori setelah
stres adalah korteks prefrontal (PFC). Bentuk
PFC, bersama-sama dengan daerah hippocampal, bagian
penting dari jaringan memori
deklaratif. PFC mengatur
informasi, mengarahkan strategi
organisasi yang efektif selama
encoding dan sangat terlibat
dalam pengambilan memori. Penelitian
telah menunjukkan bahwa PFC
tampaknya sangat sensitif terhadap
perubahan diinduksi karena stres kronis
dibandingkan dengan daerah otak lainnya.
Penelitian ini
untuk menyelidiki hubungan potensial antara
peristiwa kehidupan yang mengakibatkan stres deklaratif, dengan sampel komunitas anak-anak. Meskipun gangguan memori deklaratif telah dibuktikan dalam kelompok klinis anak-anak dengan PTSD, tidak diketahui apakah anak-anak yang mengalami stres negatif karena peristiwa kehidupan. Dengan demikian penelitian ini dapat memberikan wawasan baru yang penting dalam relasi antara jumlah peristiwa kehidupan yang penuh stres negatif dan fungsi memori deklaratif dalam populasi anak-anak. Berdasarkan studi mengenai efek kumulatif stres peristiwa kehidupan dan risiko yang menyebabkan gejala klinis, kami berharap untuk menemukan hubungan negatif antara jumlah peristiwa kehidupan stres dan kinerja memori deklaratif. Kami berhipotesis bahwa asosiasi peristiwa kehidupan dan gangguan memori terbatas pada domain memori deklaratif, dan bahwa fungsi memori prosedural. Tingkat gairah tinggi dan penurunan PFC terkait dengan stres dapat mempengaruhi baik Perhatian yang dibutuhkan untuk memilih informasi yang relevan serta untuk pengkodean informasi.
peristiwa kehidupan yang mengakibatkan stres deklaratif, dengan sampel komunitas anak-anak. Meskipun gangguan memori deklaratif telah dibuktikan dalam kelompok klinis anak-anak dengan PTSD, tidak diketahui apakah anak-anak yang mengalami stres negatif karena peristiwa kehidupan. Dengan demikian penelitian ini dapat memberikan wawasan baru yang penting dalam relasi antara jumlah peristiwa kehidupan yang penuh stres negatif dan fungsi memori deklaratif dalam populasi anak-anak. Berdasarkan studi mengenai efek kumulatif stres peristiwa kehidupan dan risiko yang menyebabkan gejala klinis, kami berharap untuk menemukan hubungan negatif antara jumlah peristiwa kehidupan stres dan kinerja memori deklaratif. Kami berhipotesis bahwa asosiasi peristiwa kehidupan dan gangguan memori terbatas pada domain memori deklaratif, dan bahwa fungsi memori prosedural. Tingkat gairah tinggi dan penurunan PFC terkait dengan stres dapat mempengaruhi baik Perhatian yang dibutuhkan untuk memilih informasi yang relevan serta untuk pengkodean informasi.
Selanjutnya,
peristiwa kehidupan masa kanak-kanak sangat terkait dengan gangguan tidur. Ada
banyak bukti bahwa proses tidur penting untuk fungsi memori pada anak-anak.
Gangguan tidur pada anak-anak mempengaruhi memori dan prestasi akademik,
meskipun tidak semua Studi yang dalam keselarasan. Arus belajar kontrol untuk
kemungkinan mediasi masalah tidur dalam hubungan antara kehidupan acara dan
fungsi memori.
Selain
itu, interaksi orangtua-anak yang positif dapat berfungsi sebagai buffer atau faktor protektif untuk dampak negatif dari peristiwa kehidupan pada sistem stres anak. Mengasuh
secara positif memungkinkan anak-anak untuk memperoleh bantuan dengan mengekspresikan emosi negatif mereka, mekanisme melalui
mana orang tua dapat mencegah
peningkatan dalam respon stres diaktifkan selama peristiwa kehidupan yang penuh stres. Stres-buffering mengusulkan
bahwa, ketika dihadapkan dengan pengalaman negatif, individu dengan dukungan yang lebih besar dari keluarga dan teman-teman cenderung mengalami hasil
negatif, sementara keluarga miskin
situasi dapat meningkatkan dampak dari peristiwa kehidupan
yang penuh stres. Sebuah penelitian baru menunjukkan
bahwa interaksi orangtua-anak positif ditemukan terkait dengan hubungan yang lemah antara pasangan intim kekerasan fisik dan fungsi memori eksplisit anak prasekolah. Oleh karena itu, kami mengevaluasi apakah jenis tertentu interaksi ibu-anak yang positif yang
memberikan stimulasi kognitif untuk anak-anak, atau bahwa
anak-anak yang tenang yang telah
terkena peristiwa stres, mungkin moderat potensi pengaruh negatif peristiwa kehidupan pada memori deklaratif.
5.
Metodologi
Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan
penelitian kuantitatif atau uji statistik
yang terdiri dari dua varibel yaitu peristiwa kehidupan yang mengakibatkan
stres dan kapasitas memori pada anak. Tujuan global penelitian, tanpa hipotesis
tertentu yang disebutkan. Subyeknya, Anak- anak berusia 6 sampai 12 tahun yang
diambil dari 16 sekolah dasar berbeda di
daerah perkotan dan pedesaan di Belanda. Sampel berjumlah 225, yang terdiri
dari 44% anak laki- laki dan 66% anak perempuan.
6.
Analisis
Analisis
Data berpasangan-penghapusan
untuk data yang hilang dipekerjakan. Variabel penelitian diperiksa untuk asumsi tertentu
yang berlaku untuk uji statistik yang digunakan. outliers dan normalitas variabel-variabel tersebut dengan cara statistik deskriptif,
histogram, scatter plot, dan plot kuantil-kuantil
(QQ plot). Variabel
yang tidak memenuhi statistik asumsi normalitas
diubah dengan transformasi
logaritmik. Hasil yang diperoleh dengan variabel logaritmis berubah tidak berbeda dari
hasil dengan variabel asli. Oleh karena itu, hasil dengan variabel asli disajikan. Variabel demografi (usia,
jenis kelamin, dan tingkat pendidikan orang
tua), termasuk sebagai kovariat
dalam semua analisis. Total nilai
kecerdasan (TIQ) tidak
dimasukkan sebagai kovariat dalam
analisis, untuk alasan dibahas di
tempat lain (Dennis et al., 2009). Efek ukuran
yang diperkirakan dengan cara parsial eta kuadrat
(ηp2). Dampak
yang besar sesuai dengan ηp2 ≥ .14, Efek moderat dengan ηp2
≥ .06, dan
ηp2 ≤ .14,
dan lemah efek dengan
ηp2 ≤ .06 (Cohen,1988).
Analisis regresi
hirarkis dilakukan untuk menyelidiki kontribusi jumlah negatif peristiwa kehidupan
yang penuh stres sebagai prediktor
(verbal dan nonverbal) deklaratif
kinerja memori dan kinerja memori prosedural, sementara
mengontrol variabel demografis.
Analisis
ini diulangi dengan
dimasukkannya tindakan perhatian, untuk memeriksa apakah peristiwa kehidupan yang penuh stres
negatif berhubungan dengan kinerja memori atas dan melampaui kinerja perhatian.
Untuk memungkinkan analisis pengaruh peristiwa kehidupan
di kurva belajar dengan cara analisis tindakan
berulang varians (ANOVA-RM), kelompok dengan
berbeda kumulatif jumlah peristiwa kehidupan yang digunakan (yaitu, ada
kegiatan,12 acara, ≥ 3 peristiwa). Sebuah dua arah ANOVA-RM dilakukan dengan uji
coba sebagai faktor dalam-subyek, kelompok
sebagai betweensubjects faktor,
dan variabel demografis sebagai kovariat. ANOVA-RM
diikuti oleh analisis
terpisah kovarians (ANCOVA)
untuk menganalisis perbedaan kelompok
dalam Jumlah Belajar, Kembali Tertunda dan Pengakuan,
covarying untuk variabel demografis.
Analisis
jalur dilakukan untuk
menguji hipotesis bahwa perhatian
atau tidur menengahi hubungan peristiwa kehidupan
yang penuh stres dengan memory.We
deklaratif menggunakan uji Sobel (1982) untuk
menguji jalur dimediasi,
yang secara langsung menguji
signifikansi dari tidak langsung
(dimediasi) efek. Moderasi Potensi hubungan
peristiwa kehidupan yang penuh stres
dengan memori deklaratif dengan pola asuh yang dirasakan dianalisis dengan memasukkan istilah interaksi dalam
model regresi. Semua analisis dilakukan dengan menggunakan Paket Statistik untuk Ilmu
Sosial (SPSS untuk
Windows, versi 16.0, SPSS Inc, Chicago).
7.
Hasil
Hubungan
antara stres Negatif dan Memori, ada hubungan antara peristiwa kehidupan dan salah satu memori nonverbal deklaratif, prosedural atau
memori mengukur atas efek dari variabel-variabel demografis.
Analisis Perbedaan Group di memori deklaratif
Verbal, Tidak ada perbedaan yang
signifikan dalam karakteristik demografi dan perilaku antara kelompok. Hasil analisis jalur
menunjukkan bahwa tidak ada langkah-langkah perhatian menunjukkan mediasi signifikan
dalam hubungan antara peristiwa
kehidupan dan variabel memori.
Penelitian ini bertujuan
untuk mengevaluasi hubungan antara peristiwa
kehidupan yang penuh stres negatif
dan kinerja memori pada anak-anak. Hasil mengkonfirmasi hipotesis kumulatif bahwa pengalaman peristiwa kehidupan yang penuh stres negatif dikaitkan dengan penurunan deklaratif kinerja
memori, sedangkan asosiasi dengan
kinerja memori prosedural. Temuan bahwa decrements kinerja yang spesifik
untuk memori deklaratif dan tidak berkaitan
dengan memori prosedural menunjukkan bahwa mekanisme yang dominan
adalah disfungsi hippocampus, mungkin menjadi hasil
(sejarah) ditinggikan kadar hormon stres.
Studi
fisiologis diperlukan untuk
mengkonfirmasi mekanisme ini
tetapi terhambat karena alasan
berikut: (1) Peningkatan kadar kortisol yang dihasilkan dari peristiwa kehidupan yang penuh stres
yang terdeteksi hanya sekitar waktu dari peristiwa
kehidupan, karena, sebagian besar,
tingkat menormalkan dengan berlalunya waktu dan (b) hippocampus mungkin
volumetrically normal pada saat stres awal peristiwa kehidupan (s), tetapi menjadi lebih kecil selama bertahun-tahun
berikutnya dibandingkan dengan kontrol
sehat.
Meskipun
kami menunjukkan bahwa mekanisme yang mendasari para gangguan memori sama dengan yang di PTSD, kami menekankan bahwa lama dysregulations dari
sistem stres, seperti PTSD,
itu mungkin jarang dalam sampel saat ini, mengingat
1,2% PTSD tingkat
prevalensi diperkirakan dalam
sampel saat ini. tingkat ini ini sejalan dengan yang
dilaporkan sebelumnya PTSD prevalensi
1% -3% ditemukan
dalam dewasa umum populasi
dan menunjukkan bahwa sampel saat ini adalah representasi yang baik
daripopulasi umum.
Terlepas
dari mekanisme, temuan
saat ini menunjukkan bahwa potensi
kumulatif dampak negatif
peristiwa kehidupan stres pada kinerja memori deklaratif adalah sangat penting untuk kehidupan sehari-hari. Anak-anak yang mengalami tiga atau lebih
stres negatif dalam peristiwa kehidupannya 9%
kurang baik dalam jangka pendek dan
tahap jangka panjang verbal tugas memori deklaratif
dibandingkan dengan anak yang tidak
mengalami negatif peristiwa
kehidupan. Memori deklaratif adalah kunci penting untuk keberhasilan akademis dan memainkan peran sentral dalam banyak fungsi kognitif yang penting dalam fungsi kehidupan sehari-hari, seperti masalah pemecahan masalah, penalaran, instruksi memahami,
dan pengambilan keputusan.
Dari
perspektif evolusi, itu kepastian menguntungkan ketika memori visual dalam situasi mengancam kekal setelah
respon stres, karena memfasilitasi
menghindari situasi yang membahayakan
serupa di masa mendatang. Sebaliknya,
pentingnya evolusi memori untuk informasi verbal
mengancam situasi tampaknya kurang jelas.
Muncul
pertanyaan bahwa aspek fungsi memori dipengaruhi
oleh peristiwa kehidupan. Itu
Temuan saat ini menunjukkan bahwa pengakuan kata-kata target tidak terpengaruh, sedangkan belajar dan fungsi memori jangka
panjang yang memburuk. Adapun gangguan memori jangka
panjang, data menunjukkan bahwa,
ketika mengendalikan untuk jumlah kata
yang dipelajari selama lima percobaan pertama, perbedaan dalam mengingat tertunda antara no-event dan
event 1-2 kelompok
dan tidak ada acara dan ≥ 3 kelompok acara menghilang.
Singkatnya, temuan ini mengindikasikan bahwa pemeliharaan
dan pengambilan tahapan fungsi memori terhindar, tetapi kekurangan terkait
dengan encoding dan perolehan
informasi baru. Hal ini sejalan dengan terakhir Muncul pertanyaan bahwa aspek fungsi memori
dipengaruhi oleh peristiwa kehidupan.
Itu Temuan saat
ini menunjukkan bahwa pengakuan kata-kata
target tidak terpengaruh, sedangkan belajar dan fungsi
memori jangka panjang yang
memburuk.
Adapun
gangguan memori jangka panjang, data menunjukkan bahwa, ketika mengendalikan untuk jumlah kata yang dipelajari selama lima percobaan pertama, perbedaan dalam mengingat tertunda antara no-event dan
event 1-2 kelompok
dan tidak ada acara dan ≥ 3 kelompok acara menghilang.
Singkatnya, temuan ini mengindikasikan bahwa pemeliharaan
dan pengambilan tahapan fungsi memori terhindar, tetapi kekurangan terkait
dengan encoding dan perolehan
informasi baru. Hal ini sejalan dengan hasil terbaru yang menunjukkan bahwa masalah
memori pada orang dewasa pasien
PTSD dikurung ke
fase pengkodean dari sistem
memori kedua
hipokampus dan PFC terlibat dalam pengkodean (dan pengambilan) tahap memori
pengolahan (Long, Oztekin, & Badre, 2010).
hipokampus dan PFC terlibat dalam pengkodean (dan pengambilan) tahap memori
pengolahan (Long, Oztekin, & Badre, 2010).
Dengan
demikian, fakta bahwa anak-anak dengan kehidupan stres peristiwa menunjukkan
masalah pengkodean tidak mengungkapkan apakah decrements memori adalah
karena hippocampus dan / atau
PFC disfungsi. Namun,
temuan dari prosedural tugas memori menunjukkan bahwa PFC gangguan tidak
hadir. Tugas belajar prosedural menyerupai tugas
cermin-tracing, yang membutuhkan subyek untuk menghambat dan membalikkan sangat
asosiasi dipelajari terus-menerus
antara visi dan gerakan
tangan dan lengan yang digunakan dalam
melacak.
Oleh
karena itu, kinerja pada tugas ini sangat sensitif terhadap defisit kognitif tingkat
tinggi proses dimediasi oleh
lobus frontal. Konservasi fungsi memori prosedural
dalam penelitian ini menunjukkan bahwa
PFC gangguan yang
hadir, meskipun studi pencitraan yang diperlukan untuk mengkonfirmasi itu.
Sampai sejauh
mana disfungsi memori dalam penelitian ini karena masalah perhatian? Menunjukkan
bahwa masalah perhatian terlibat dalam gangguan memori yang terkait dengan
stres. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perhatian kinerja tugas dan masalah
perhatian perilaku memang signifikan terkait dengan kinerja memori. Namun,
terlepas dari perhatian mempengaruhi pada memori kinerja, pengaruh peristiwa
kehidupan pada memori tetap signifikan setelah koreksi untuk tindakan
perhatian. Ini berarti bahwa jika PFC yang sebagian terlibat dalam penurunan
memori setelah peristiwa stres, ini terutama masalah dalam fungsi eksekutif dan
organisasi dari PFC dalam sistem memori, dan tidak dalam kontribusi attentional,
yang akan berperan. Artinya, PFC disfungsi pada anak-anak dengan peristiwa
kehidupan stres bisa mempengaruhi strategi organisasi selama encoding, dengan
fasilitasi berkurang temporal urutan informasi dan dengan reduksi penurunan
gangguan proaktif. Meskipun demikian,
namun perlu dicatat bahwa perhatian top-down dan bottom-up yang berbeda
mekanisme merupakan bagian dari tahap pengkodean dalam sistem memori, di mana
berbeda area di korteks prefrontal dan korteks parietal yang terlibat. Ada
kemungkinan bahwa fokus perhatian dan tugas perilaku checklist, yang digunakan
dalam penelitian ini, tidak peka terhadap perhatian mekanisme yang terlibat
dalam sistem memori. Selain itu, karena masalah memori yang ditemukan dalam
domain memori verbal, penggunaan tugas perhatian pendengaran.
Tugas perhatian
visual, mungkin bisa menyebabkan hasil yang berbeda seperti untuk keterlibatan
perhatian mediasi. Meskipun, masalah perhatian perilaku dan tugas perhatian kinerja
secara bermakna terkait dengan kinerja memori verbal dan visual,
yang menguatkan temuan sebelumnya bahwa perhatian penting untuk proses memori.
yang menguatkan temuan sebelumnya bahwa perhatian penting untuk proses memori.
Kualitas
tidur dan kuantitas tidak terkait dengan jangka pendek dan jangka panjang fungsi memori, dan peristiwa kehidupan tidak berkorelasi dengan kualitas dan kuantitas tidur. Oleh karena itu, masalah tidur tidak memediasi hubungan negatif antara peristiwa stres dan kinerja memori. di
sana banyak bukti bahwa tidur
memainkan peran penting dalam konsolidasi
memori (Diekelmann & Lahir, 2010). Mungkin,
langkah-langkah tidur yang digunakan dalam penelitian ini terlalu global dan karenanyasensitif terhadap
aspek yang rumit dari tidur yang penting untuk konsolidasi memori proses.
Persepsi
orangtua tidak berperan
sebagai moderator dalam hubungan
antara negatif peristiwa
kehidupan stres dan memori deklaratif
verbal. Beberapa studi telah menemukan peran stres-buffering
untuk mengasuh secara positif dalam perilaku penyesuaian
pada anak-anak dan remaja, melindungi mereka
terhadap potensi dampak negatif
dari peristiwa kehidupan yang
penuh stres (Skopp et al.,
2007). Misalnya, sebuah
studi yang dilakukan oleh Jouriles
et al. (2008)
ditemukan bahwa tingkat
yang lebih tinggi dari mengasuh
anak secara positif ibu-ibu 'dikaitkan
dengan hubungan lebih lemah antara pasangan intim kekerasan
fisik dan berfungsi memori
eksplisit di anak-anak prasekolah.
Perbedaan
individu dalam kerentanan terhadap
efek dari peristiwa kehidupan stres pada memori membentuk
topik yang menantang untuk penelitian
lebih lanjut. Variasi interindividual
terhadap respon fisiologis dan
psikologis akut berpengaruh besar terhadap situasi stres
pada anak- anak. Demikian pula, pengalaman subjektif dari negatif stres
dengan peristiwa kehidupan tertentu
mungkin berbeda jauh di seluruh anak-anak. Dalam pandangan kami, para frekuensi dari peristiwa
kehidupan adalah merupakan
prediktor penting dari hasil kognitif,
namun, itu adalah intensitas respon emosional anak yang
akhirnya menentukan apakah sistem
stres exerts dampaknya pada bagian-bagian dari otak yang penting bagi memori
fungsi.
Penelitian
lebih lanjut diperlukan untuk
mengeksplorasi disposisi potensial,
seperti efektivitas dari regulasi gairah, yang
dapat berkontribusi pada resistensi atau kerentanan untuk efek dari
peristiwa kehidupan yang penuh stres
pada memori.
Kekuatan penelitian ini
adalah ukuran sampel yang relatif besar,
penggunaan baik divalidasi,
tugas standar kinerja
dan kuesioner, dan evaluasi
yang luas potensi mediasi dan faktor-faktor seperti perhatian, tidur, dan pola asuh
yang dirasakan moderat. Kami menemukan lemah, meskipun
positif yang signifikan, korelasi
antara usia dan kehidupan peristiwa (r = .13, p<.05), yang
menunjukkan bahwa anak-anak mengalami
kejadian lebih dari anak-anak
muda, seperti yang diperkirakan dari
kuesioner yang meminta prevalensi seumur hidup peristiwa kehidupan.Namun, kurangnya informasi tentang neurofisiologis yang sebenarnya tingkat stres yang disebabkan oleh peristiwa kehidupan
adalah keterbatasan penelitian. Meskipun temuan kami sangat
menyarankan bahwa dampak negatif dari peristiwa kehidupan yang penuh stres pada memori dimediasi oleh peningkatan kadar kortisol pada tingkat neurofisiologis, kita hanya bisa berspekulasi bahwa peristiwa kehidupan yang penuh stres memang disertai dengan
peningkatan kadar kortisol.
Stress adalah bentuk ketegangan dari fisik, psikis, emosi
maupun mental. Bentuk ketegangan ini mempengaruhi kinerja keseharian seseorang.
Bahkan stress dapat membuat produktivitas menurun, rasa sakit dan
gangguan-gangguan mental. Pada dasarnya, stress adalah sebuah bentuk
ketegangan, baik fisik maupun mental. Sumber stress disebut dengan stressor dan
ketegangan yang di akibatkan karena stress, disebut strain.
Menurut Robbins (2001) stress juga dapat diartikan sebagai
suatu kondisi yang menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu
kesempatan dimana untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau
penghalang. Dan apabila pengertian stress dikaitkan dengan penelitian ini maka
stress itu sendiri adalah suatu kondisi yang mempengaruhi keadaan fisik atau
psikis seseorang karena adanya tekanan dari dalam ataupun dari luar diri
seseorang yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka.
Menurut Woolfolk dan Richardson (1979) menyatakan bahwa
adanya system kognitif, apresiasi stress menyebabkan segala peristiwa yang
terjadi disekitar kita akan dihayati sebagai suatu stress berdasarkan arti atau
interprestasi yang kita berikan terhadap peristiwa tersebut, dan bukan karena
peristiwa itu sendiri.Karenanya dikatakan bahwa stress adalah suatu persepsi
dari ancaman atau dari suatu bayangan akan adanya ketidaksenangan yang
menggerakkan, menyiagakan atau mambuat aktif organisme.
Sedangkan
menurut Handoko (1997), stress adalah suatu kondisi ketegangan yang
mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Stress yang terlalu
besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya. Sedangkan berdasarkan definisi kerja stress,
stress dapat diartikan sebagai:
·
Suatu
tanggapan adaptif, ditengahi oleh perbedaan individual dan atau proses
psikologis, yaitu suatu konsekuensi dari setiap kegiatan (lingkungan), situasi
atau kejadian eksternal yang membebani tuntunan psikologis atau fisik yang
berlebihan terhadap seseorang.
·
Sebagai
suatu tanggapan penyesuaian, dipengaruhi oleh perbedaan individu dan atau
proses psikologis yang merupakan suatu konsekuensi dari setiap tindakan dari
luar ( lingkungan ) situasi atau peristiwa yang menetapkan permintaan
psikologis dan atau fisik berlebihan pada seseorang.
Menurut
Mason (1971 ) membantah konsep yang mengatakan bahwa stress hanya terjadi pada badan saja. Ditunjukkkannya bahwa daya adaptasi seseoarang itu tergantung
pada faktor-faktor kejiwaan atau psikologiknya yang menyertai stresor.
Pada
penelitain Wolf dan Goodel ( 1968 ) bahwa individu-individu yang mengalami
kesukaran dengan suatu sistem organ, cenderung akan bereaksi etrhadap stresor
dengan gejala dan keluhan dalam sistem organ yang sama. Kondisi sosial, perasaan
dan kemampuan untuk menanggulangi masalah, ternyata mempengaruhi juga aspek
yang berbeda-beda dari reaksi terhadap stres.
Menurut
Selye (Bell, 1996) stress diawali dengan reaksi waspada (alarm reaction)
terhadap adanya ancaman, yang ditandai oleh proses tubuh secara otomatis,
seperti: meningkatnya denyut jantung, yang kemudian diikuti dengan reaksi
penolakan terhadap stressor dan akan mencapai tahap kehabisan tenaga
(exhaustion) jika individu merasa tidak mampu untuk terus bertahan. Lazarus
(1984) menjelaskan bahwa stress juga dapat diartikan sebagai:
·
Stimulus,
yaitu stress merupakan kondisi atau kejadian tertentu yang menimbulkan stress
atau disebut juga dengan stressor.
·
Respon,
yaitu stress merupakan suatu respon atau reaksi individu yang muncul karena
adanya situasi tertentu yang menimbulkan stress. Respon yang muncul dapat
secara psikologis, seperti: takut, cemas, sulit berkonsentrasi dan mudah
tersinggung.
Proses,
yaitu stress digambarkan sebagai suatu proses dimana individu secara aktif
dapat mempengaruhi dampak stress melalui strategi tingkah laku, kognisi maupun
afeksi. Jadi, stress dapat mempengaruhi fisik, psikis mental dan emosi. Tetapi,
stress dapat mempunyai dua efek yang berbeda, bisa negatif ataupun positit,
tergantung bagaimana kuatnya individu tersebut menghadapi stress atau bagaimana
individu tersebut mempersepsikan stress yang sedang dihadapinya.
Gejala-gejala
stress pada anak memang sangat susah dikenali dibandingkan dengan gejala-gejala
stress pada orang dewasa. Ini di karenakan anak terkendala dari cara
mengkomunikasikan apa yang sedang dialaminya, perasaan takut apa yang sedang
dihadapi, cederung tertutup dan lain-lain.
Orang
tua harus mengetahui apa gejala-gejala stress pada anak. Ini penting karena
stress yang dalam dapat berakibat sangat luas pada pribadi dan prestasi anak,
bahkan berpengaruh pada perubahan tingkah laku dan fisik anak. Gejala-gejala stress pada anak adalah sebaga
berikut:
·
Anak
menampilkan tanda-tanda depresi
·
Mudah
marah dan kehilangan minat pada aktivitas pavoritnya
·
Lelah,
gelisah dan agitasi
·
Mengeluh
sakit fisik seperti sakit perut (mencret) ataupun sakit kepala
·
Minat
belajar menurut dan prestasi yang anjlok
·
Kemungkinan
anak akan berubah tingkah laku dari seorang yang ramah menjadi pendiam, ataupun
sebeliknya dari seorang yang penurut menjadi seorang yang sering membantah
·
Anak
berubah menjadi seorang pembohong bahkan mencuri atau melakukan perbuatan jahat
lainnya sebagai bentuk pelarian.
·
Anak
kurang bertanggung jawab terhadap tugas-tugas rumah
·
Anak
menjadi lebih tergantung dengan orang tua atau mengacuhkan orang tua
·
Kurang
percaya diri dan bersikap malas.
Gejala-gejala
stress pada anak harus cepat ditanggulangi sebelum gejala-gejala tersebut
mengalami generalisasi terhadap tingkah laku negatif lainnya. Anak yang stress
berat bahkan bisa bersikap destruktif (merusak) bahkan bunuh diri jika tidak
cepat ditanggulangi.
Penyebab
stress pada anak,
penyebab stress pada anak bermacam-macam sumbernya. Bahkan segala sesuatu yang
ada di lingkungan anak, respon, tuntutan dan aktivitasnya keseharian berpotensi
menjadi sumber stress baginya. Sehingga penting bagi orang tua untuk mengenali
faktor-faktor penyebab stress pada anak, sehingga mereka mampu mengambil
tindakan pertolongan bagi anak-anak mereka agar coping (pertahanan) dengan
stress yang dihadapi serta mampu mencegah atau menghindari terjadinya stress
pada anak. Menurut Prof. Marian Marion dalam bukunya Guidance for young
children, ada dua faktor utama penyebab stress (stressors) pada anak yakni
faktor internal dan faktor eksternal.
Pertama, Faktor
Internal, yang termasuk dalam faktor
internal antara lain rasa lapar, rasa sakit, sensitivitas terhadap
bunyi/keributan, perubahan suhu, dan kondisi keramaian (kepadatan manusia).
Menurut spesialis pengembangan manusia dari University of Illinois Cooperative
Extension (Christine M. Todd), stress fisik (seperti rasa lapar, mengantuk atau
mendapat peringatan akibat tingkah laku yang kurang baik) merupakan penyebab
utama masalah tingkah laku pada anak.
Kedua, Faktor Eksternal, meliputi
perpisahan atau perceraian dalam keluarga, perubahan dalam komposisi keluarga, menghadapi
pertengkaran dan konflik, menghadapi kejahatan, mengalami tindakan kekerasan
dari sesama teman (bullying), kehilangan sesuatu yang berharga misalnya hewan
kesayangan, diperhadapkan dengan tugas yang harus diselesaikan secara
bertubi-tubi, terburu-buru (hurrying), dan kehidupan sehari-hari yang tidak
teratur dengan baik.
Sebenarnya
stress dapat berdampak positif maupun negative pada anak. Ini di dipengaruhi
oleh umur dan tingkatan stres. Stress yang berdampak positif (misalnya
mengikuti kejuaraan tertentu dan belajar mengendarai sepeda) merupakan bagian
yang normal dari kehidupan anak setiap hari. Berkaitan dengan umur, semakin
muda anak, semakin besar dampak yang ditimbulkan dari hal-hal baru, dan semakin
kuat serta potensial pula stress negatif terjadi.
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dampak negatif dari stress lebih banyak terjadi
pada anak-anak yang berumur di bawah 10 tahun, yang memilki temperamen menurun
seperti “sulit” atau “slow but warm-up”, dan yang dilahirkan prematur. Stress
yang terjadi secara berkepanjangan (chronic stress) sangat membahayakan bagi
kesehatan dan perkembangan mental anak, seperti menurunkan kekebalan tubuh
(immune system) untuk melawan penyakit dan infeksi, merusak system pencernaan,
menghambat pertumbuhan, merusak emosi, perkembangan fisik dan sel-sel otak
anak.
Cara
pencegahan stress pada anak,
pencegahan dan penanggulangan stess pada anak harus dilakukan sedini mungkin
dengan cara-cara yang tepat. Jangan sampai tindakan yang diambil oleh orang
tua, hanya menambah beban stress yang di derita oleh anak. Strategi
pengendalian ini haruslah didasarkan pada tingkat perkembangan anak karena hal
ini sangat berkaitan dengan kemampuan anak untuk mengerti dan memahami keadaan
yang sedang mereka alami.
Para pakar
psikologi anak menyebutkan bahwa ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk
mencegah serta mengurangi stres pada anak seperti dibawah ini:
·
Menyediakan
lingkungan yang mendukung bagi anak dimana mereka dapat bermain atau
mengekpresikan bakat seni mereka.
·
Istirahat
yang cukup dan nutrisi yang baik dapat menolong anak-anak dalam mengatasi
stress.
·
Menyediakan
waktu yang berkualitas dengan anak setiap hari. Biarkan anak mengutarakan
masalah yang sedang dihadapi dan menuliskannya. Pada kesempatan ini anak diajak
bermain bersama-sama atau berbicara dari hati ke hati tentang bebagai masalah
yang dihadapi oleh mereka serta mencari jalan keluar bersama. Ajarkan anak
untuk mentransfer strategi pengendalian stress kepada situasi yang lain. Dengan
demikian mereka akan merasa bahwa mereka sangat berarti bagi orang tua mereka.
·
Sebelum
anak menghadapi hal-hal baru dalam keluarga yang dapat menyebabkan stress
(misalnya kelahiran anggota keluarga baru), maka perlu bantuan orang tua
mempersiapkan anak dengan cara untuk memberikan pemahaman tentang hal-hal baru
yang akan terjadi dalam keluarga. Hal ini akan menolong mengurangi beban stress
anak. Namun, persiapan yang berlebih-lebihan juga dibuktikan dapat menyebabkan
lebih banyak stress. Orang tua dapat menilai apakah pemahaman yang diberikan
sudah cukup atau belum dengan cara memberikan kesempatan kepada anak untuk
bertanya jika ia ingin mengetahui lebih banyak.
·
Menolong
anak-anak untuk mampu mengidentifikasi berbagai strategi penanggulangan stres
(misalnya meminta pertolongan jika ada seseorang yang menggoda/mengganggu,
mengatakan kepada mereka kalau kamu tidak menyukainya atau meninggalkan orang
yang mengganggu). Menolong anak-anak untuk mengenal, menamai, menerima dan
mengekspresikan perasaan mereka secara tepat.
·
Mengajarkan
kepada anak-anak teknik relaksasi (beristirahat). Berikan saran-saran seperti:
“tarik napas yang dalam”, “berhitung mendur”, “tarik dan regangkan
otot-ototmu”, “bermain dengan adonan tanah liat”, “berdansa” atau “membayangkan
tempat-tempat yang disukai untuk dikunjungi dan menghayal mengunjungi
tempat-tempat tersebut”).
·
Latihan
menggunakan berbicara pada diri sendiri (self-talk skills) seperti “saya akan
mencoba”, saya piker saya mampu melakukannya”, ini akan menolong anak dalam
mengendalikan stress mereka. Beberapa strategi dasar meliputi penerapan
strategi disiplin positif, mengikuti rutinitas secara konsisten, dan
meningkatkan kerja sama.
·
Jangan
membebani anak dengan masalah yang sedang dihadapi orang tua. Tetapi katakanlah
kepada mereka tujuan hidup keluarga dan diskusikan kesulitan-kesulitan yang
dihadapi dengan sikap yang menyenangkan.
·
Berilah
pujian pada anak ketika mereka melakukan hal-hal yang baik dan jangan lupa
untuk memberikan pelukan dan ciuman.
·
Gunakanlah
humor sebagai buffer terhadap perasaan-perasaan dan situasi yang kurang baik.
Anak yang mempelajari humor akan lebih baik untuk menjaga segala sesuatu dalam
persepsi.
·
Jangan
memberikan beban yang berlebihan kepada anak dengan aktivitas dan tanggung
jawab diluar sekolah. Biarkan anak-anak untuk belajar mengatur waktu mereka
dengan baik. Jangan meminta mereka untuk selalu menjadi nomor satu dalam segala
hal.
·
Berikanlah
contoh dan teladan yang baik kepada mereka sehingga mereka akan meniru tingkah
laku orang tuanya. Tunjukkan kepada mereka keahlian untuk mengontrol
pengendalian diri dan keahlian untuk mengendalikan stress. Dengan melihat hal
ini akan memberikan keuntungan bagi mereka karena nantinya mereka akan mampu
mengendalikan stress mereka secara baik.
Bagaimanapun
juga, stress pada anak sangatlah beragam, sehingga cara pencegahan dan
penanggulangannya harus disesuaikan dengan penyebabnya. Orang tua yang baik dan
bijak hendaknya selalu belajar dan mencari referensi untuk mencegah stress yang
berlarut-larut pada anak. Stress yang berlarut-larut akan merusak keprbadian
anak. Sungguh suatu tindakan yang bijak dari orang tua, jika mengambil tindakan
yang tepat sedini mungkin, untuk mencegah dan menanggulagi stress pada anak.
Kesimpulan dari
hasil penelitian ini yaitu dapat memberikan dukungan untuk
hubungan dimensi antara
peristiwa kehidupan yang penuh stres negatif dan memori deklaratif
verbal dalam suatu non klinis sampel anak
usia sekolah. Pengontrolan parameter perhatian dan tidur diminimalkan
kemungkinan bahwa perbedaan dalam
belajar verbal dan memori adalah karena atensi disfungsi
atau gangguan tidur. Selain itu, orangtua yang
dirasakan tidak mempengaruhi
kerentanan dampak dari peristiwa kehidupan di gangguan memori. Hasil ini menunjukkan bahwa anak-anak yang tidak mengalami peristiwa kehidupan yang penuh stres negatif ingat 9%
lebih dari informasi yang dipelajari
daripada anak-anak yang mengalami
tiga atau lebih negatif peristiwa kehidupan yang penuh stres. Hasil penelitian ini mungkin
memberikan informasi penting untuk
praktek klinis dan penelitian di
masa depan tentang memori masalah pada anak-anak.
8.
Rekomendasi
Berasal dari 5 jurnal yang
berkaitan dengan stres pada anak.
a.
Journal Social Work
With Groups
Grief and Trauma Group Therapy for Children After Hurricane
Katrina
(Alison Salloum a , Laura W. Garside b , C. Louis Irwin c , Adrian
D. Anderson d & Anita H. Francois e, a University of South Florida, School
of Social Work, Tampa, Florida, USA, b Formerly with Children's Bureau of New
Orleans, Inc., New Orleans, Louisiana, USA c Children's Bureau of New Orleans,
Inc., and Tulane School of Social Work, New Orleans, Louisiana, USA d
University of Georgia, School of Social Work, Athens, Georgia, USAe Children's
Bureau of New Orleans, Inc., New Orleans, Louisiana, USA. Published online: 13 Jan 2009.
b.
Journal of Psychosocial
Oncology
Guided Self-Help as Intervention for Traumatic Stress in Parents
of Children with Cancer: Conceptualization, Intervention Strategies, and a Case
Study
Martin Cernvall MSc a , Per Carlbring PhD b , Gustaf L jungman MD,
PhD c & Louise von Essen PhD. Psychosocial Oncology and
Supportive Care, Department of Publi. Health and Caring Sciences, Uppsala
University, Uppsala, Sweden, Umeå University, Umeå, Sweden, Department of
Women's and Children's Health, Uppsala University, Uppsala, Sweden, Accepted
author version posted online: 31 Oct 2012.Published online: 11 Jan 2013.
c. Leisure
Sciences: An Interdisciplinary Journal
The Playful Advantage: How Playfulness Enhances Coping with Stress
Cale D. Magnuson a & Lynn A. Barnett, Department of
Recreation, Sport, and Tourism, University of Illinois at Urbana-Champaign,
Champaign, IL, USA.
Published online: 20 Mar 2013.
d.
Journal of Child &
Adolescent Trauma
Understanding and Assessing Cortisol Levels in Children and Adolescents
Kathleen Nader a & Carl F. Weems, Two Suns, University of New
Orleans
Published online: 22 Nov 2011
Rekomondasi
dan Implikasi, saran Bagi Orang Tua. Peran orang tua dalam
memberikan pengertian, pengawasan, dan dukungan kepada anak sangat penting
sehingga anak tidak mengalami gangguan (stres) pada anak mereka yang disebabkan
oleh lingkungan atau kehidupannya. Saran Bagi penelitian selanjutnya. Pada
penelitian ini, penulis hanya meneliti Sekolah Dasar di Wilayah perkotaan dan
pedesaan di Belanda, yang terdiri dari anak umur 6- 12 tahun. Penelitian lain
dapat memperluas variabel tidak hanya pada anak usia 6- 12 tahun, melainkan
dapat juga meneliti anak- anak yang juga mempunyai masalah sehingga dapat
menimbulkan stres baik dalam lingkungan keluarga maupun luar lingkungan
keluarga. Penelitian selanjutnya juga diharapkan dapat menggunakan landasan
teori yang diperbaru.